WELCOME TO MY BLOG

WELCOME TO MY BLOG

Rabu, 13 Juni 2012

Askep Pada Anak Dengan Demam Kejang


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada anak.

B.     TUJUAN
a.       Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien dengan gangguan sistem saraf yaitu kejang demam
b.      Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. definisi penyakit kejang demam pada anak.
2. etiologi penyakit kejang demam pada anak.
3. manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
5. komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    PENGERTIAN
1.      Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
2.      Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3.      Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4.      Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5.      Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6.      Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7.      Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

B.     ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)
1.    Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2.    Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3.    Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4.    Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5.    Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
C.    PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
D.    MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
E.     KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1.      Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
    1. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
    2. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
    3. Kejang  bersifat umum
    4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
    5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
    6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
    7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2.      Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks ditandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.


F.     KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1.      Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2.      Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

G.    PENATALAKSANAAN
1.     Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2.     Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang
§  Semua pakaian ketat dibuka
§  Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
§  Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
§  Penghisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3.     Pengobatan rumat
§  Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan  sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
§  Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
Y  Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
Y  Kejang demam yang mempunyai ciri :
-         Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
-         Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
-         Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
-         Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4.     Mencari dan mengobati penyebab

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2.      Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3.      Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4.      Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
5.     Uji laboratorium
§  Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
§  Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
§  Panel elektrolit
§  Skrining toksik dari serum dan urin
§  GDA
§  Kadar kalsium darah
§  Kadar natrium darah
§  Kadar magnesium darah

I.       ASKEP TEORITIS
a.      Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam yaitu :
1.      Riwayat Keperawatan
·         Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
·         Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
·         Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
·         Adanya riwayat trauma kepala
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum,
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang
.

e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

b.      Pemeriksaan diagnostic
§  Periksa darah / lab : Hb. Ht, Leukosit, Trombosit
§   EEG
§   Lumbal punksi
§   CT-SCAN
c.        Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
2.
Tidak efektinya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mukus
3. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh
4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang
5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

d.      Intervensi keperawatan

1. Dx 1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien terpenuhi.
    Kriteria hasil :
TTV stabil,  menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin
    urine adekuat, turgor kulit baik, mukosa mulut lembab

   Intervensi
   1. Ukur dan catat jumlah muntah yang dik
eluarkan, warna, konsistensi.
   R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh
   2. Berikan makanan dan cairan
   R/ : memenuhi kebutuhan makan dan minum
   3.   Berikan support verbal dalam pemberian cairan
   R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien
   4.   Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual.
   R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien
   5.   Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium
   R/ Untuk mengetahui status cairan klien.

2.   Dx 2 Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil :sekresi mukus berkurang, tak kejang, gigi tak menggigit

Intervensi
1. Ukur Tanda-tanda vital klien.
R/ : untuk mengetahui status keadaan klien secara umum.
2. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
3.    Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ : mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas
4. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas

3     Dx. 3 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi

Intervensi
1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam
R/ peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan penambahan cairan.
2. Hitung Intake & Output setiap pergantian shift.
R/ Untuk mengetahui keseibangan cairan klien.
3. Anjurkan pemasukan/minum sesuai program.
R/ membantu mencagah kekurangan cairan.
4.    Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K.
R/ mencerminkan tingkat / derajat dehidrasi.

4     Dx. 4 Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

Tujuan : Agar tidak terjadi kejang berulang

Intervensi
1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam
R/ peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang.
2. Observasi tanda-tanda kejang.
R/ untuk dapat menentukan intervensi dengan segera.
3.    Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.
R/ menanggulangi kejang berulang.

5     Dx. 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Peningkatan status nutris
i

1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.
2. Bantu klien makan
R/ membantu klien makan.
3. selingi makan dengan minum
R/ memudahkan makanan untuk masuk.
4.    Monitor hasil lab seperti HB, Ht
R/ : Monitor status nutrisi klien
5.    Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.
R/ : Mengurangi regurtasi.

e. Evaluasi
    1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
    2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif
    3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.
    4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi
                      5. Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi.


 DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar