WELCOME TO MY BLOG

WELCOME TO MY BLOG

Selasa, 12 Juni 2012

Askep Gagal Ginjal Akut


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicablediseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasienmengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner,gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Gagal ginjal atau acute kidney injury (AKI) yang dulu disebut injury acuterenal failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah padafungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasikreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (blood Urea Nitrogen).Setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-90%.Kematian di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum merupakan prognostik penting yang signifikan. Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dantrimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itudiperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak.

B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada klien dengan GGA
2.      Tujuan khusus
a.       Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan GGA
b.      Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan
c.       Mahasiswa mampu membuat intervensi untuk klien GGA
d.      Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan yang telah dibuat
e.       Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien dengan GGA


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian
Gagal ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah( Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 ).
Gagal ginjal akut merupakan sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat disertai azotemia (kelebihan urea atau senyawa nitrogen lainnya dalam darah) diikuti dengan peningkatan BUN dan kreatinin serum serta oliguri.

B.     Etiologi
1.      Pre renal
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
·         Penipisan volume
·         Hemoragi
·         Kehilangan cairan melalui ginjal(diuretik, diuresis osmotik)
·         Kehilangan cairan melalui saluran GI(muntah, diare, selang nasogastrik)
·         Gangguan efisiensi jantung
·         Infark miokard
·         Gagal jantung kongestif
·         Disritmia
·         Syok kardiogenik
·         Vasodilatasi
·         Sepsis
·         Anafilaksis
·         Medikasi antihipertensi atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
2.      Intra renal
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
·         Cedera akibat terbakar dan benturan
·         Reaksi transfusi yang parah
·         Agen nefrotoksik
·         Antibiotik aminoglikosida
·         Agen kontras radiopaq
·         Logam berat(timah, merkuri)
·         Bahan kimia dan pelarut
·         Obat NSAID
·         Proses infeksi
·         Pielonefritis akut
·         Glomerulonefritis akut
3.      Pasca renal
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
·         Obstruksi traktus urinarius
·         Batu
·         Tumor
·         Hiperplasia prostat jinak
·         Striktur
·         Bekuan darah

C.    Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak.
Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kali pada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III. Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.


D.    Manifestasi Klinis
·         Haluaran urine sedikit, Mengandung darah,
·         Peningkatan BUN dan kreatinin,
·         Anemia,
·         Hiperkalemia
·         Asidosis metabolic
·         edema
·         Anoreksia,nause,vomitus
·         Turgor kulit jelek,gatal-gatal pada kulit
·         Kelemahan otot
·         Perubahan pola berkemih (oligouri/poliuri)
·         Perubahan suhu tubuh : demam (dehidrasi)
·         Nafas bau amoniak

E.     Pemeriksaan Diagnostik
a. Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
b. Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
c. KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .
d. Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
e. Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks ureter,retensi
g. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
h. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
i. Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
j. EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.

F.     Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosismetabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,yang dapat menimbulkan keadaan gawat.

G.    Penatalaksanaan
1.      Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2.      Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3.      Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.

H.    ASKEP TEORITIS

a.       Data dasar Pengkajian
1.      Keadaan umum :
2.      Identitas : nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
3.      Riwayat Kesehatan :
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama tidak bisa kencing, kencing sedikit, sering BAK pada malam hari, kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya.

Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit infeksi, kronis atau penyakit predisposisi terjadinya GGA serta kondisi pasca akut. Riwayat terpapar toksin, obat nefrotik dengan pengunan berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras radiografik. Kondisi yang terjadi bersamaan : tumor sal kemih; sepsis gram negatif, trauma/cidera, perdarahan, DM, gagal jantung/hati.

Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius atau yang lainnya.
4.      Pola kebutuhan
Aktivitas dan istirahat
Gejala  : keletihan, kelemahan, malaise
Tanda  : Kelemahan otot, kehilanggan tonus

Sirkulasi
Tanda  : Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi orthostatik (hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan umum, pucat, kecenderungan perdarahan

Eliminasi
Gejala  : Perubahan pola kemih : peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini) atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu berkemih, dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare atau konstipasi, Riwayat Hipertropi prostat, batu/kalkuli
Tanda  : Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat, berawan, Oliguria (bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari)

Makanan/cairan
Gejala  : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, riwayat penggunaan diuretik
Tanda  : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema

Neurosensorik
Gejala  : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom ‘kaki gelisah”
Tanda  : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa); kejang, aktivitas kejang

Nyeri/Kenyamanan
Gejala  : nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda  : Prilaku berhati-hati, distraksi, gelisah

Pernafasan
Gejala  : Nafas pendek
Tanda  : Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan (kussmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru)
Keamanan
Gejala  : ada reakti tranfusi
Tanda  : Demam (sepsis, dehidrasi), ptechie, echimosis kulit, pruritus, kulit kering
5.      Pengkajian keluarga
·         Anggota keluarga
·         Pola komunikasi
·         Pola interaksi
·         Pendidikan dan pekerjaan
·         Kebudayaan dan keyakinan
·         Fungsi keluarga dan hubungan
6.      Pemeriksaan penunjang
Urine
Volume , 400 ml/24 jam, terjadi 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, Myoglobin. Porfirin. Berat jenis < 1,020 menunjukkan penyakit ginjal, contoh Glumerulonefritis, pyelonefritis demam kehilangan kemampuan untuk memekatkan, BJ 1,020 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH Urine > 7,00 menunjukkan ISK, NTA dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine.serum sering 1 : 1
Creatinin clearance : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan ceatinin serum meningkat secara bermakna
Natrium biasanya menurun, tetapi dapat lebih dari 40mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium
Bikarbonat meningkat bila ada asidosis metabolik

Darah
Hb menurun/tetap, SDM sering menurun, pH kurang dari 7,2 (asidosis metabolik) dapat terjadi karenan penurunan fungsi ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme. BUN/Kreatinin sering meningkat dengan proporsi 10 : 1. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular (asidosis) atau penggeluaran jaringan (hemolisis SDM). Natrium biasanya meningkat. PH, Kalsium dan bicarbonat menurun. Clorida, Magnesium dan Fosfat meningkat.

b.      Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d retensi Na dan H2O , edema dan efek diuretik
2.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodim dan air
3.      Risti penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan, ketidakseimbangan elektrolit, efek uremik pada otot jantung
4.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, vomitus, nausea.
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, keletihan.
6.      Kecemasan berhubungan dengan ketidak tahuan proses penyakit.

c.       Intervensi
1.      Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d retensi Na dan H2O , edema dan efek diuretik
Tujuan : cairan tubuh seimbang dengan kriteria hasil :
Mukosa mulut lembab
Turgor kulit bagus
Tanda vital stabil

a.       monitor intake dan output
      evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentu tindakan
b.      Monitor tanda-tanda vital
perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kadar kehilangan cairan, hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi

c.       Anjurkan tirah baring atau istirahat
aktivitas berlebih dapat meningkat kebutuhan akan cairan.
d.      Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit
mengevaluasi sejauh mana pasien mengalami kekurangan caiaran
e.       Berikan cairan sesuai indikasi 
penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.

2.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil:
tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

a.        Kaji keadaan edema
Edema menunjukan perpindahan cairan karena peningkatan permebilitas sehingga mudah ditensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal, sehingga berat badan dapat meningkat hingga 4,5 kg
b.      Kontrol intake dan out put per 24 jam.
Untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan.
c.       Timbang berat badan tiap hari
Penimbangan berat badan setiap hari membantu menentukan keseimbangan dan masukan cairan yang tepat.
d.      Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum
Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sember ditambah perkiraan yang tidak nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan caiaran dan diuretic membutuhkan dialysis.
e.       Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik.
Obat anti diuretic dapat melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urine adekuat. Misalnya : Furosemide.
f.       Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.
Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.

3.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

a.       Auskultasi bunyi jantung dan paru
Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b.      Kaji adanya hipertensi
Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.       Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d.      Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, vomitus, nausea.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil

a.       Observasi status klien dan keefektifan diet.
Membantu dalam mengidentifikasi dan kebutuhan diet, kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet mempengaruhi asupan makanan.
b.      Berikan dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
c.       Berikan makanan TKRGR
Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam, serta diet rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra vaskuler.
d.      Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
e.       Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.

5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, keletihan.
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi


a.       Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL
Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.
b.      Kaji tingkat kelelahan.
Menentukan derajat dan efek ketidakmampun.
c.       Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.
d.      Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
e.       Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman bagi klien.
f.       Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah.
Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi terjadinya gangguan eritopoetin

6.      Kecemasan berhubungan dengan ketidak tahuan proses penyakit.
Tujuan : klien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan kriteria hasil :
Klien tidak cemas, klien tidak bingung, klien kooperatif

a.       Kaji tingkat kecenmasan klien.
Menentukan derajat efek dan kecemasan.
b.      Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.
Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya.
c.       Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya.
Klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.
d.      Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kebersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya.

d.      Implementasi
      Merupakan penerapan dari rencana tindakan yang telah disusun dengan prioritas masalah dan kegiatan ini dilakukan oleh perawat untuk membantu memenuhi kebutuhan klien dan mencapai tujuan yang diharapkan.

e.       Evaluasi
             Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menentukan hasil yang diharapkkan dari tindakan yang telah dilakukan dan sejauh mana masalah klien teratasi. Perawat jaga melakukan pengkajian ulang untuk menentukan tindakan selanjutnya bila tujuan tidak tercapai.




DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
            EGC.
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
            Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal    
            Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar