BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di negara maju,
penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicablediseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah
kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasienmengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung
koroner,gagal ginjal, dan penyakit pembuluh
darah perifer.
Gagal ginjal atau
acute kidney injury (AKI) yang dulu disebut injury acuterenal
failure (ARF) dapat diartikan sebagai penurunan cepat/tiba-tiba atau parah padafungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasikreatinin
serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (blood Urea Nitrogen).Setelah
cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang
menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat
gagal ginjal akut
berkisar antara 20-90%.Kematian di dalam RS 40-50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL
kreatinin serum merupakan prognostik penting yang signifikan. Peningkatan kadar
kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya
cimetidin dantrimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal.
Peningkatan nilai BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti
pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan
steroid, pemasukan
protein. Oleh karena itudiperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang
terkena kerusakan ginjal atau tidak.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan GGA
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada
klien dengan GGA
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa
keperawatan
c. Mahasiswa mampu membuat intervensi
untuk klien GGA
d. Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana
tindakan yang telah dibuat
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan
keperawatan yang telah diberikan pada klien dengan GGA
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Pengertian
Gagal
ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal
sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif
disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah( Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito
:Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 ).
Gagal
ginjal akut merupakan sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat disertai
azotemia (kelebihan urea atau senyawa nitrogen lainnya dalam darah) diikuti
dengan peningkatan BUN dan kreatinin serum serta oliguri.
B.
Etiologi
1. Pre renal
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat
hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang
umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
·
Penipisan
volume
·
Hemoragi
·
Kehilangan
cairan melalui ginjal(diuretik, diuresis osmotik)
·
Kehilangan
cairan melalui saluran GI(muntah, diare, selang nasogastrik)
·
Gangguan
efisiensi jantung
·
Infark
miokard
·
Gagal
jantung kongestif
·
Disritmia
·
Syok
kardiogenik
·
Vasodilatasi
·
Sepsis
·
Anafilaksis
·
Medikasi
antihipertensi atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
2. Intra renal
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan
glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
·
Cedera
akibat terbakar dan benturan
·
Reaksi
transfusi yang parah
·
Agen
nefrotoksik
·
Antibiotik
aminoglikosida
·
Agen
kontras radiopaq
·
Logam
berat(timah, merkuri)
·
Bahan
kimia dan pelarut
·
Obat
NSAID
·
Proses
infeksi
·
Pielonefritis
akut
·
Glomerulonefritis
akut
3. Pasca renal
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut
biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat
disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
·
Obstruksi
traktus urinarius
·
Batu
·
Tumor
·
Hiperplasia
prostat jinak
·
Striktur
·
Bekuan
darah
C.
Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan
pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia,
hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi
ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal,
obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan
diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan
tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut
yaitu :
Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak.
Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.
Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak.
Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa
kali pada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih
siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia
kadang-kadang terjadi juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang
berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit
yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang
lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan
faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul
gelala-gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan,
aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III. Semua gejala sudah jelas dan penderita
masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana
mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan
berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar
BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang
tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
D.
Manifestasi Klinis
·
Haluaran urine sedikit, Mengandung
darah,
·
Peningkatan BUN dan kreatinin,
·
Anemia,
·
Hiperkalemia
·
Asidosis metabolic
·
edema
·
Anoreksia,nause,vomitus
·
Turgor kulit jelek,gatal-gatal pada
kulit
·
Kelemahan otot
·
Perubahan pola berkemih
(oligouri/poliuri)
·
Perubahan suhu tubuh : demam (dehidrasi)
·
Nafas bau amoniak
E.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
b.
Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum,
Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
c.
KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi
.
d.
Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
e.
Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstraskular, massa.
f.
Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks
ureter,retensi
g.
Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
h.
Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis
i.
Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
j.
EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis.
F. Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosismetabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada
keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan
edema paru,yang dapat menimbulkan keadaan gawat.
G. Penatalaksanaan
1. Dialisis
Dialisis
dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas
biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara
bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan
hiperkalemia
Keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ;
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini.
Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian
pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5
mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi),
dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]),
secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan
keseimbangan cairan
Penatalaksanaan
keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan
vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan
status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine,
drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan
sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
H. ASKEP TEORITIS
a.
Data dasar Pengkajian
1.
Keadaan
umum :
2.
Identitas
: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
3.
Riwayat
Kesehatan :
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama tidak bisa kencing, kencing sedikit, sering BAK
pada malam hari, kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya penyakit infeksi, kronis atau penyakit predisposisi
terjadinya GGA serta kondisi pasca akut. Riwayat terpapar toksin, obat nefrotik
dengan pengunan berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras radiografik.
Kondisi yang terjadi bersamaan : tumor sal kemih; sepsis gram negatif,
trauma/cidera, perdarahan, DM, gagal jantung/hati.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Riwayat
penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius atau yang
lainnya.
4.
Pola kebutuhan
Aktivitas dan istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilanggan tonus
Sirkulasi
Tanda : Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus,
hipotensi orthostatik (hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan
umum, pucat, kecenderungan perdarahan
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola kemih : peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan
dini) atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu
berkemih, dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi (inflamasi/obstruksi,
infeksi), abdomen kembung, diare atau konstipasi, Riwayat Hipertropi prostat,
batu/kalkuli
Tanda : Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat,
berawan, Oliguria (bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari)
Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan
(dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, riwayat penggunaan
diuretik
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema
Neurosensorik
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom ‘kaki
gelisah”
Tanda : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran (azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa); kejang,
aktivitas kejang
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : Prilaku berhati-hati, distraksi, gelisah
Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman
pernafasan (kussmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah
muda (edema paru)
Keamanan
Gejala : ada reakti tranfusi
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), ptechie, echimosis kulit, pruritus,
kulit kering
5.
Pengkajian
keluarga
·
Anggota
keluarga
·
Pola
komunikasi
·
Pola
interaksi
·
Pendidikan
dan pekerjaan
·
Kebudayaan
dan keyakinan
·
Fungsi
keluarga dan hubungan
6.
Pemeriksaan penunjang
Urine
Volume , 400 ml/24 jam, terjadi
24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, Myoglobin. Porfirin. Berat jenis < 1,020 menunjukkan
penyakit ginjal, contoh Glumerulonefritis, pyelonefritis demam kehilangan
kemampuan untuk memekatkan, BJ 1,020 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH
Urine > 7,00 menunjukkan ISK, NTA dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350
mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine.serum sering 1 : 1
Creatinin clearance : mungkin secara
bermakna menurun sebelum BUN dan ceatinin serum meningkat secara bermakna
Natrium biasanya menurun, tetapi
dapat lebih dari 40mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium
Bikarbonat meningkat bila ada
asidosis metabolik
Darah
Hb menurun/tetap, SDM sering
menurun, pH kurang dari 7,2 (asidosis metabolik) dapat terjadi karenan
penurunan fungsi ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir
metabolisme. BUN/Kreatinin sering meningkat dengan proporsi 10 : 1. Osmolaritas
serum lebih dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. Kalium meningkat
sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular (asidosis) atau
penggeluaran jaringan (hemolisis SDM). Natrium biasanya meningkat. PH, Kalsium
dan bicarbonat menurun. Clorida, Magnesium dan Fosfat meningkat.
b.
Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko
kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d retensi Na dan H2O , edema dan efek diuretik
2. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan retensi sodim dan air
3. Risti
penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan, ketidakseimbangan
elektrolit, efek uremik pada otot jantung
4. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, vomitus, nausea.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik, keletihan.
6.
Kecemasan berhubungan dengan ketidak
tahuan proses penyakit.
c.
Intervensi
1.
Resiko
kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d retensi Na dan H2O , edema dan efek diuretik
Tujuan : cairan
tubuh seimbang dengan kriteria
hasil :
Mukosa mulut lembab
Turgor kulit bagus
Tanda vital stabil
a.
monitor intake dan output
evaluasi
harian keberhasilan terapi dan dasar penentu tindakan
b. Monitor tanda-tanda vital
perubahan tekanan darah dan nadi
dapat digunakan untuk perkiraan kadar kehilangan cairan, hipotensi postural
menunjukkan penurunan volume sirkulasi
c. Anjurkan
tirah baring atau istirahat
aktivitas
berlebih dapat meningkat kebutuhan akan cairan.
d.
Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit
mengevaluasi
sejauh mana pasien mengalami kekurangan caiaran
e. Berikan
cairan sesuai indikasi
penggantian
cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.
2. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil:
tidak
ada edema, keseimbangan antara input dan output
a. Kaji keadaan edema
Edema menunjukan perpindahan cairan
karena peningkatan permebilitas sehingga mudah ditensi oleh akumulasi cairan
walaupun minimal, sehingga berat badan dapat meningkat hingga 4,5 kg
b. Kontrol
intake dan out put per 24 jam.
Untuk mengetahui fungsi ginjal,
kebutuhan penggantian cairan dan penurunan kelebihan resiko cairan.
c. Timbang
berat badan tiap hari
Penimbangan berat badan setiap hari
membantu menentukan keseimbangan dan masukan cairan yang tepat.
d. Beritahu
keluarga agar klien dapat membatasi minum
Manajemen cairan diukur untuk
menggantikan pengeluaran dari semua sember ditambah perkiraan yang tidak
nampak. Pasien dengan kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap pembatasan
caiaran dan diuretic membutuhkan dialysis.
e. Penatalaksanaan
pemberian obat anti diuretik.
Obat anti diuretic dapat melebarkan
lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume
urine adekuat. Misalnya : Furosemide.
f. Kolaborasi
pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.
Hasil dari pemeriksaan fungsi
ginjal dapat memberikan gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.
3. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria
hasil :
mempertahankan
curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas
normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
a. Auskultasi
bunyi jantung dan paru
Adanya
takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji
adanya hipertensi
Hipertensi
dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki
keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
HT
dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji
tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
Kelelahan
dapat menyertai GGK juga anemia
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, vomitus,
nausea.
Tujuan:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan
BB stabil
a. Observasi
status klien dan keefektifan diet.
Membantu dalam mengidentifikasi dan
kebutuhan diet, kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet
mempengaruhi asupan makanan.
b. Berikan
dorongan hygiene oral yang baik sebelum dan setelah makan.
Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
Higiene oral yang tepat mencegah bau mulut dan rasa tidak enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
c. Berikan
makanan TKRGR
Lemak dan protein tidak digunakan
sebagai sumber protein utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat
asam, serta diet rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra vaskuler.
d. Berikan
makanan dalam porsi kecil tetapi sering.
Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
Meminimalkan anoreksia, mual sehubungan dengan status uremik.
e. Kolaborasi
pemberian obat anti emetic.
Antiemetik dapat menghilangkan mual
dan muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, keletihan.
Tujuan:
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
a. Kaji
kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL
Memberi panduan dalam penentuan
pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL.
b. Kaji
tingkat kelelahan.
Menentukan derajat dan efek
ketidakmampun.
c. Identifikasi
factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
Mempunyai efek akumulasi (sepanjang
factor psykologis) yang dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk
diketahui.
d. Ciptakan
lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
Menghemat energi untuk aktifitas
perawatan diri yang diperlukan.
e. Bantu
aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
Memungkinkan berlanjutnya aktifitas
yang dibutuhkan memberika rasa aman bagi klien.
f. Kolaborasi
pemeriksaan laboratorium darah.
Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan
Na, dapat menggangu fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan
energi Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi terjadinya
gangguan eritopoetin
6. Kecemasan
berhubungan dengan ketidak tahuan proses penyakit.
Tujuan : klien mengerti tentang
penyakit yang diderita dengan kriteria hasil :
Klien tidak cemas, klien tidak
bingung, klien kooperatif
a. Kaji
tingkat kecenmasan klien.
Menentukan derajat efek dan
kecemasan.
b. Berikan
penjelasan yang akurat tentang penyakit.
Klien dapat belajar tentang
penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis
serta konsekuensi mediknya.
c. Bantu
klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat
penyakitnya.
Klien dapat memahami bahwa
kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang
diderita.
d. Biarkan
klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kebersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya.
Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kebersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya.
d. Implementasi
Merupakan penerapan dari rencana tindakan
yang telah disusun dengan prioritas masalah dan kegiatan ini dilakukan oleh
perawat untuk membantu memenuhi kebutuhan klien dan mencapai tujuan yang
diharapkan.
e.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menentukan hasil yang diharapkkan dari tindakan yang telah dilakukan dan sejauh mana masalah klien teratasi. Perawat jaga melakukan pengkajian ulang untuk menentukan tindakan selanjutnya bila tujuan tidak tercapai.
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menentukan hasil yang diharapkkan dari tindakan yang telah dilakukan dan sejauh mana masalah klien teratasi. Perawat jaga melakukan pengkajian ulang untuk menentukan tindakan selanjutnya bila tujuan tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.
(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Doenges E, Marilynn, dkk.
(1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
3. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan
Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar